Senin, 09 April 2012

Hutang luar negeri yang membengkak

Nama   : Sarifudin
NPM   : 26210387
Kelas   : 2eb20

Pemerintah Kembali menyepakati utang sebayak US$ 5,5 miliar, terdiri dari Bank Dunia memberikan pinjaman US$ 2 miliar melalui deferred drawdown option (penarikan sewaktu-waktu), lalu Jepang US$ 1,5 miliar, Australia US$ 1 miliar, dan ADB US$ 1 miliar. 
Utang tersebut berlaku selama dua tahun. Jika utang ini benar-benar ditarik seluruhnya oleh pemerintah Indonesia, maka jumlah ini akan menjadi jumlah utang luar negeri terbesar dalam sejarah utang, sejak berdirinya Indonesia. 

Perkembangan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia sejak akhir tahun 1999 hingga akhir tahun 2008, angka stok ULN Indonesia berada pada kisaran US$ 69 juta dollar. Pada akhir tahun 1999, posisi utang luar negeri Indonesia berada pada angka US$ 61,897 juta dolar. Turun menjadi US$ 60,770 juta dollar diakhir tahun 2000 dan diakhir tahun 2001 utang hanya US$ 58.791 juta dollar. 

Peningkatan stok utang mulai terjadi sejak tahun 2002 menjadi US$ 63,763 juta dollar, meningkat menjadi US$ 68,914 juta dollar (2003), selanjutnya sebesar US$ 68,575 juta dollar (2004), US$ 63,094 juta dollar (2005), US$ 62, 021 juta dollar (2006), US$ 62,253 juta dollar (2007) dan menjadi US$ 65,446 akhir 2008.

Dengan jumlah utang luar negeri dalam Juta dollar saja, total cicilan pokok, bunga dan biaya yang harus dibayar melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), setiap tahunnya, sejak tahun 2000 hingga tahun 2008 angkanya mencapai puluhan trilyunan rupiah. Berikut tabel pembayaran utang Luar Nergeri
Dalam Juta USD
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Pokok 4,163 4,265 4,567 4,955 5,222 5,626 5,787 6,322 6,569
Bunga 2,946 2,879 2,748 2,632 2,463 1,330 2,255 2,277 2,213
Biaya 30 33 34 24 32 9 25 21 59
Total 7.139 7.177 7.349 7.611 7.717 6.965 8.067 8.620 8.841
• Sumber : DMO dan BI, diolah 

Dengan jumlah stok Utang Luar Negeri Indonesia di posisi sekitar US$ 65 juta dollar, dan tidak membuat transaksi utang baru, utang Indonesia tidak akan lunas pada tahun 2045. 

Padahal, jumlah utang tersebut masih belum menggambarkan seluruh beban utang Indonesia. Utang itu baru menggambarkan berasan utang Luar Negeri yang terdiri dari Utang Bilateral, Kredit Komersial (Comerial Credit), Kredit Ekport (Export Credit), Leasing dan utang Multilateral. Belum termasuk utang Pemerintah yang timbul akibat penjualan SUN (Surat Utang Negara). 

Total Utang Pemerintah Indonesia, secara kumulatif (Utang Luar Negeri/ULN dan SUN) sampai dengan akhir 2008, sudah mencapai Rp. 1,623 trillyun. 
Dalam Trilyun Rupiah
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
U LN 512 602 594 591 613 612 562 586 717
SUN 652 661 655 649 662 656 748 801 906
Total 1,164 1,263 1,249 1,240 1,275 1,268 1,310 1,387 1,623
Sumber : DMO, perkembangan Utang Indonesia 

Bahkan hingga akhir Januari 2009, total Utang Luar Negeri Indonesia menjadi US$ 65.738 juta dollar (746 trilyun rupiah) dan utang Dalam Negeri sebesar 920 trilyun rupiah. Sehingga sampai akhir Januari 2009, total utang Pemerintah Indonesia berjumlah 1.667 trilyun rupiah. Jumlah ini sudah merupakan jumlah terbesar sepanjang sejarah utang Indonesia. 

Dapat dibayangkan berapa jumlah utang Luar Negeri yang akan ditanggung oleh generasi berikutnya. Seandainya, pada tahun 2009 ini pemerintah Indonesia berniat menarik 40% saja dari utang baru sebesar US$ 5,5 milyard yang telah disepakati, atau sekitar US$ 2,2 milyard, maka posisi utang dari US$ 65 juta dollar mendadak menjadi US$ 2,67 milyard. Jumlah tersebut, belum termasuk jumlah utang SUN.
Alasan Pemerintah Indonesia menangguk utang sebesar 5,5 milyard dollar Amerika, untuk mengatasi krisis merupakan alasan yang sangat tidak masuk akal. 
Alih-alih keluar dari krisis keuangan, pemerintah justru menciptakan bom waktu untuk menimbulkan krisis yang lebih besar. 
Jika kesepakatan utang baru sebesar 5,5 milyard dollar Amerika, maka prediksi krisis multi dimensi yang lebih jauh akan terjadi, sebagai berikut :
Pertama, krisis akibat kebijakan fiskal dan moneter. 
Pemerintah tentu akan sekuat tenaga meningkatkan pendapatan negara dalam bentuk : 1) Perluasan jumlah wajib pajak dan peningkatan nilai pajak yang harus dibayar, 2) penjualan asset-asset negara melalui mekanisme privatisasi, 3) peningkatan investasi melalui berbagai bentuk kemudahan seperti tax holiday, jaminan risiko oleh Pemerintah, insentif dan deregulasi serta fleksibelitas dan murahnya buruh. 4) Peningkatan eksport migas dan non migas, 5) peningkatan target pemasukkan/setoran pendapatan dari setiap departemen dan lembaga negara non departemen, 6) pengurangan cadangan devisa untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Disamping itu, pemerintah juga akan 7) mengurangi pagu alokasi anggaran tiap-tiap departemen dan lembaga non departemen,

mengurangi berbagai bentuk subsidi untuk rakyat sampai pada batas 0 atau tidak ada subsidi. 

Akibatnya, beban kehidupan rakyat semakin berat, dalam bentuk meningkatnya pengeluaran rumah tangga dan kelompok usaha kecil untuk pembayaran pajak, retribusi dan biaya-biaya administrasi, makin mahalnya harga barang dan jasa dan semakin memburuknya dan mahalnya layanan dasar. 

Akibat lanjut dari kebijakan fiskal dan moneter yang diabdikan untuk kepentingan membayar utang ini, tentu akan berdampak lansung pada melonjaknya jumlah kemiskinan dan pengangguran. Ditambah lagi dengan menurunnya kemampuan manufaktur dalam negeri dan eksport.

Semua peningkatan pendapatan dari rakyat dan penghematan pengeluaran untuk kebutuhan rakyat, akan diabdikan untuk kepentingan pengumpulan dana demi membayar cicilan pokok, bunga dan biaya utang. 
Kedua, Krisis kedaulatan akibat perikatan utang. Krisis keadualatan tersebut terjadi sebagai akibat dari adanya persyaratan (Conditionality) dalam klasul-klasul (loan Agreement) yang disepakati antara negara atau lembaga keuangan Internasioanal sebagai Lender (pemberi utang) dengan Pemerintah Indonesia sebagai penghutang (borrower) . 

Sebagian besar syarat-syarat dalam perjanjian utang menuntut agar pemerintah Indonesia membuat dan mengimlementasikan kebijakan baru sesuai dengan pesanan Lender. 

Disamping itu, Lender seringkali memberlakukan aturannya sendiri dan menolak mengikuti hukum, sistem dan prosedur yang berlaku di negara penghutang. Lemahnya kemampuan negosiasi dalam perjanjian utang atau adanya kepentingan pribadi birokrat untuk memperoleh keuntungan, mengakibatkan sebagian besar dari loan agreement, yang sekarang telah mencapai lebih dari 4.500 perjanjian utang, menempatkan Indonesia pada posisi yang lemah dan tidak berdaya. 

Secara kasat Loan Agreement merupakan ”Waiver of Immunity” (surat pernyataan pelepasan hak kekebalan) dan transfer of Souvereignity (pelepasan kedaulatan)
Ketiga, krisis akibat tekenan ekonomi global. Munurunnya permintaan barang dan jasa dari Indonesia, berakibat pada menurunnya ekport, pemulangan tenaga kerja Indonesia baik pekerja domestik maupun pekerja pada perkebunan atau manufaktur akan menambah jumlah penganguran di Indonesia. Selain itu, gejolak nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, akan berdampak pada meningkatnya beban pembayaran utang. 

Artinya kebijakan pemerintah Indonesia dalam mengatasi krisis dengan menyepakati utang sebesar 5,5 milyard dolar merupakan cara mengatasi krisis dengan menciptakan krisis baru yang lebih besar, luas dan menimbulkan ancaman serius dalam kurun waktu yang lama.

Besar kemungkinan Indonesia akan mengalami negara gagal bayar, meski pemerintah berupaya semaksimal mungkin mengintensifkan pajak perorangan dan pajak badan, menjual berbagai asset negara melalui mekanisme privatisasi, bahkan jika pemerintah Indonesia menjual pulau-pulau di Indonesia untuk kepentingan investasi, sebagai imbal pembayaran utang, utang tersebut tidak akan lunas dalam 60 tahun ke depan. 

Hampir dapat dipastikan- dan ini juga terjadi di beberapa negara di dunia- bahwa kemiskinan dan penggangguran yang akut, sangat rawan memicu konflik politik maupun sosial, yang harus dibayar sangat mahal oleh rakyat dan pemerintahan Indonesia. Pada gilirannya, gagal bayar utang ini, akan menjerumuskan Negeri tercinta ini kedalam situasi negara yang menyandang predikat sebagai Negara yang Gagal (Failure State). Who will save my be loved Indonesia ?

Penyelesaian : pemerintah dan rakyat harus bekerja sama memutar otak untuk mengurangi hutang kepada luar negeri.
Pemerintah harus berinisiatif memutar otak lagi dengan  menggunakan sumber daya alam yang melimpah yang dimiliki oleh Indonesia untuk meningkatkan pendapatan nasional agar tidak mengandalkan hutang luar negeri.
Dari sisi masyarakat , yaitu harus mendukung program pemerintah yang ingin mengurangi hutang walaupun dengan cara menaikan harga bbm,dsb agar subsidi dapat ditekan dan tidak perlu mengeluarkan apbn yang banyak.
Sumber : - google
-   http:// Kebijakan%20Utang%20Indonesia%20Mengatasi%20Krisis%20dengan%20Menciptakan%20Krisis%20Baru.htm     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar