Rabu, 03 Oktober 2012

kekerasan di sekolah

Nama : Sarifudin
3eb20

26210387
Aksi bullying atau kekerasan yang menimpa siswa junior saat pelaksanaan Masa Orientasi Siswa (MOS) membuktikan bahwa MOS masih menjadi ajang kekerasan di lingkungan sekolah.

Berdasarkan data yang dirilis Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), 87,6 persen anak mengaku pernah mengalami kekerasan di lingkungan sekolah dalam berbagai bentuk.
Hal ini disampaikan oleh Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Badriyah Fayumi, Senin (30/7/2012), digedung KPAI, Jakarta.
"Dari angka 87,6 persen tersebut, sebanyak 29,9 persen kekerasan dilakukan oleh guru, 42,1 persen dilakukan oleh teman sekelas, dan 28,0 persen dilakukan oleh teman lain kelas," ujar Badriyah.
Ia menjelaskan bahwa data tersebut diambil dari 1.026 responden yang merupakan para siswa sekolah. Menurutnya, angka tersebut sudah merepresentasikan kondisi lingkungan sekolah secara umum.
Maka dari itu, KPAI merekomendasikan kebijakan nasional Sekolah Ramah Anak sebagai bentuk komitmen mewujudkan generasi yang damai dan jauh dari kekerasan.
Tidak hanya itu, Sekolah Ramah Anak juga diharapkan menghindari diskriminasi, memberi ruang partisipasi serta memberi tumbuh kembang anak secara optimal sesuai bakat, minat, dan potensinya.
Badriyah menambahkan bahwa Masa Orientasi Siswa (MOS) butuh perubahan mendasar dari sisi makna, tujuan, cara, dan, metode MOS.
"MOS seharusnya tidak menjadi ajang transfer budaya kekerasan dan perpeloncoan, melainkan momentum awal pembentukan karakter, eksplorasi gagasan, serta kesepakatan siswa atas aturan sekolah," tambahnya.

kekerasan dibagi menjadi tiga, yakni (1) kekerasan fisik; (2) kekerasan psikhis; (3) kekerasan simbolik.
penjelasan nya : 
(1) Kekerasan Fisik. Di sekolah, biasanya murid yang mengalami kekerasan fisik mudah diidentifikasi. Dengan kata lain, kekerasan jenis ini kasat mata. Kalau meminjam bahasa teman-teman mahasiswi(a) Psikologi Pendidikan, gejala ini “observable”. Misalnya, badan memar, mata memar, atau hidung berdarah. Akibat kekerasan fisik tidak hanya muka atau badan memar-memar tetapi juga mengakibatkan nyawa hilang.

Kekerasan Fisik di Sekolah, SD sampai dengan SMA/SMK, bisa terjadi karena guru menghukum murid atau murid senior menghukum murid junior. Sedangkan kekerasan ini di perguruan tinggi, terjadi antara mahasiswi(a) senior dengan mahasiswi(a) junior. Ini terutama terjadi pada saat “Masa Orientasi”.
(2) Kekerasan Psikhis. Kekerasan jenis ini bisa terjadi di tingkat TK (Taman Kanak)sampai dengan PT (Perguruan Tinggi). Kekerasan ini biasanya terjadi melalui kata-kata. Baik kata-kata pedas, sinis, atau penghinaan. Misalnya, “bodoh kamu”, “otak udang”, atau “otakmu di dengkul”. Teman-teman dapat memberikan contoh-contoh yang teman-teman alami.
Kekerasan psikhis dapat mengakibatkan, antara lain, murid atau mahasiswi(a) menjadi rendah diri atau pasif. Mungkin, murid-murid atau mahasiswi(a) pasif di kelas disebabkan oleh kekerasan jenis ini.

(3) Kekerasan Simbolik. Kategori ini saya pinjam dari sosiolog Perancis terkenal yaitu Pierre Bourdieu. Bentuk kekerasan simbolik adalah bentuk pemaksaan budaya kelompok tertentu kepada kelompok lain. Misalnya, cara sapaan kelompok tertentu dipaksaan secara halus kepada kelompok lain. Atau, dalam pelajaran musik, musik yang diajarkan adalah musik kelompok atau kelas tertentu yang disebut musik klasik di paksakan secara halus kepada kelompok tertentu yang terbiasa dengan musik pentatonik atau musik dangdut. Cara pemaksaan budaya ini terjadi melalui “official curriculum” atau “hidden curriculum”.

mungkin yang hangat baru baru ini adalah kekerasan yang terjadi antara SMA  70 dan SMA 6 yang memakan korban jiwa dari salah satu murid dari SMA tersebut , mungkin memang alasan nya karena kedua sekolah tersebut sudah menjadi musuh sejak dulu dan sudah tidak heran apabila mereka sering tauran apabila ada masalah sekecil apapun . memang masalah mereka itu bisa di bilang sudah mendarah daging dan sudah menjadi tradisi , masalah nya senior sebelum nya yang mendoktrin para juniornya agar memusuhi sekolah yang ada di sekitar nya itu
Solusi Untuk Mengatasi Kekerasan pada siswa diSekolah
Bukankah kita mengharapkan agar generasi penerus kita merupakan generasi yang sehat secara fisik dan psikis? Oleh karena itu, kekerasan yang terjadi pada siswa di sekolah perlu ditangani karena mengakibatkan dampak negatif bagi siswa. Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan dalam mengatasi kekerasan pada siswa di sekolah, yaitu:
Bagi Sekolah
  • Menerapkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah
  • Pendidikan tanpa kekerasan adalah suatu pendidikan yang ditujukan pada anak dengan mengatakan "tidak" pada kekerasan dan menentang segala bentuk kekerasan. Dalam menanamkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah, guru dapat melakukannya dengan menjalin komunikasi yang efektif dengan siswa, mengenali potensi-potensi siswa, menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran, guru memberikan kebebasan pada siswa untuk berkreasi dan guru menghargai siswa sesuai dengan talenta yang dimiliki siswa (Susilowati, 2007).
  • Hukuman yang diberikan, berkorelasi dengan tindakan anak. Ada sebab ada akibat, ada kesalahan dan ada konsekuensi tanggung jawabnya.Dengan menerapkan hukuman yang selaras dengan konsekuensi logis tindakan siswa yang dianggap keliru, sudah mencegah pemilihan / tindakan hukuman yang tidak rasional.
  • Sekolah terus mengembangkan dan membekali guru baik dengan wawasan / pengetahuan, kesempatan untuk punya pengalaman baru, kesempatan untuk mengembangkan kreativitas mereka. Guru juga membutuhkan aktualisasi diri, tidak hanya dalam bentuk materi, status, dsb. Guru juga senang jika diberi kesempatan untuk menuangkan aspirasi, kreativitas dan mencoba mengembangkan metode pengajaran yang menarik tanpa keluar dari prinsip dan nilai-nilai pendidikan. Selain itu, sekolah juga bisa memberikan pendidikan psikologi pada para guru untuk memahami perkembangan anak serta dinamika kejiwaan secara umum. Dengan pendekatan psikologi, diharapkan guru dapat menemukan cara yang lebih efektif dan sehat untuk menghadapi anak didik.
  • Konseling. Bukan hanya siswa yang membutuhkan konseling, tapi guru pun mengalami masa-masa sulit yang membutuhkan dukungan, penguatan, atau pun bimbingan untuk menemukan jalan keluar yang terbaik.
  • Segera memberikan pertolongan bagi siapapun yang mengalami tindakan kekerasan di sekolah, dan menindaklanjuti kasus tersebut dengan cara adekuat.
Bagi Orangtua atau keluarga
  • Perlu lebih berhati-hati dan penuh pertimbangan dalam memilihkan sekolah untuk anak-anaknya agar tidak mengalami kekerasan di sekolah.
  • Menjalin komunikasi yang efektif dengan guru dan sesama orang tua murid untuk memantau perkembangan anaknya.
  • Orangtua menerapkan pola asuh yang lebih menekankan pada dukungan daripada hukuman, agar anak-anaknya mampu bertanggung jawab secara sosial
  • Hindari tayangan televisi yang tidak mendidik, bahkan mengandung unsur kekerasan. Kekerasan yang ditampilkan dalam film cenderung dikorelasikan dengan heroisme, kehebatan, kekuatan dan kekuasaan.
  • Setiap masalah yang ada, sebaiknya dicari solusi / penyelesaiannya dan jangan sampai berlarut-larut. Kebiasaan menunda persoalan, menghindari konflik, malah membuat masalah jadi berlarut-larut dan menyita energy. Sikap terbuka satu sama lain dan saling mendukung, sangat diperlukan untuk menyelesaikan setiap persoalan dengan baik.
  • Carilah bantuan pihak professional jika persoalan dalam rumah tangga, semakin menimbulkan tekanan hingga menyebabkan salah satu atau beberapa anggota keluarga mengalami hambatan dalam menjalankan kehidupan mereka sehari-hari.
sumber tambahan : http://www.e-psikologi.com/epsi/pendidikan_detail.asp?id=499
                              http://www.beritasatu.com/megapolitan/75249-pengamat-tiga-kekerasan-di-sekolah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar